Acara ini tidak hanya menjadi ajang perayaan iman dan rasa syukur, tetapi juga menjadi momen keprihatinan mendalam bagi jemaat yang saat ini hidup dalam kondisi pengungsian akibat konflik bersenjata di sejumlah wilayah Papua seperti Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Puncak, dan Deiyai.
Ibadah syukur HUT ke-63 Gereja KINGMI Papua dihadiri oleh ribuan jemaat dari tiga gereja besar di wilayah tersebut, yakni Jemaat Imanuel Dekai, Jemaat Bethel Pulau, dan Pos PI Kali Agum. Turut hadir dalam ibadah tersebut Sekretaris Umum Sinode KINGMI Papua, Pdt. Dominggus Pigai, Ketua PGGY Kabupaten Yahukimo Pdt. Atias Matuan, Ketua Klasis Persiapan Lembah Ajaib Dekai Pdt. Sepanya Aspalek, serta sejumlah tokoh gereja dan undangan lainnya.
Dalam khotbahnya, Pdt. Dominggus Pigai mengangkat tema besar perayaan, yaitu “Gereja yang Memaknai Praktek Misi Holistik Yesus Kristus” (Lukas 4:18-19), dengan subtema “Gereja KINGMI Koordinator Yahukimo Memaknai Misi Holistik Yesus Kristus”. Pdt. Pigai menekankan pentingnya pertumbuhan rohani dan pelayanan yang berkelanjutan sebagai bentuk kedewasaan gereja yang telah menginjak usia ke-63 tahun.
“Usia 63 tahun bagi gereja ini adalah usia kedewasaan. Kita harus terus bertumbuh, memberitakan Injil ke wilayah yang belum terjangkau, dan menjaga kesatuan serta persatuan,” ujarnya dalam khotbah penuh semangat.
Dalam pesan menyentuhnya, Pdt. Pigai juga mengenang perintis dan pionir gereja yang dahulu menerima Injil di tengah keterbatasan. Ia memberikan apresiasi tinggi terhadap para leluhur dan tokoh adat yang menerima Injil meski tidak memiliki pendidikan formal atau kemampuan baca-tulis.
“Roh Tuhan ada dalam mereka yang menerima Kristus dengan hati murni. Tuhan memakai orang-orang sederhana di pegunungan, di honai, yang mengenakan koteka dan membawa noken – mereka adalah saksi kebesaran Tuhan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan gereja hingga saat ini adalah hasil karya Roh Kudus yang bekerja dalam hati umat-Nya di Tanah Papua.
Pdt. Pigai secara khusus menyampaikan keprihatinan dan belasungkawa mendalam kepada jemaat KINGMI di wilayah konflik yang tidak bisa merayakan HUT ini dalam kondisi damai. Ia menyebut penderitaan yang dialami jemaat di Intan Jaya yang dihujani bom dan tembakan, serta yang terpaksa tinggal di hutan-hutan dalam pengungsian.
“Tuhan adalah perlindungan bagi mereka. Jika negara dan manusia melupakan mereka, Tuhan tidak. Ia adalah tempat perlindungan, tempat mencurahkan air mata dan jeritan,” tegasnya penuh haru.
Ketua Panitia HUT ke-63, Ev. Ayus Matuan, dalam laporannya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan ibadah ini. Ia menjelaskan bahwa panitia dibentuk sejak 17 Januari 2025 dan hanya memiliki waktu efektif selama dua bulan satu minggu empat hari untuk bekerja.
Dengan modal awal sebesar Rp5 juta dan seekor babi dari Klasis Persiapan Lembah Ajaib Dekai, panitia berhasil mengumpulkan dana melalui sumbangan wajib dan sukarela dari jemaat Imanuel, Bethel, dan Kali Agum, serta dukungan dari tokoh-tokoh seperti Salmon Payage, Hengky Payage, dan Samuel Wetapo melalui proposal yang masing-masing bernilai Rp5 juta. Total dana yang terkumpul mencapai Rp41 juta dan tiga ekor babi.
Ketua Klasis Persiapan Lembah Ajaib Dekai, Pdt. Sepanya Aspalek, dalam sambutannya mengingatkan pentingnya meneruskan semangat para perintis, seperti Pdt. Yosep Tebai, yang dahulu menerima Injil di tengah kondisi sulit dan tekanan politik antara Belanda dan Indonesia.
Ia menekankan bahwa saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki pelayanan tetap, dan mengajak hamba-hamba Tuhan di Dekai untuk pergi membuka Pos PI (Pos Pekabaran Injil) di lembah-lembah yang membutuhkan.
“Walau dahulu tanpa sarana, tanpa pendeta yang siap, Injil diterima dengan berani. Maka sekarang kita harus memberanikan diri membuka pelayanan baru di daerah-daerah yang masih kosong,” ungkapnya.
HUT ke-63 Gereja KINGMI Papua di Yahukimo menjadi bukti nyata semangat iman yang tetap menyala di tengah tantangan. Melalui refleksi mendalam, penghargaan bagi para perintis, serta kepedulian terhadap sesama yang menderita, gereja ini terus menunjukkan eksistensinya sebagai terang di Tanah Papua. Doa dan harapan terus dipanjatkan, agar damai dan keadilan segera datang bagi seluruh umat di wilayah konflik.
(Penulis P.Logon)
0 Komentar