Jakarta, Olemah.com – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dijadwalkan menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) pada Jumat (28/2) waktu setempat untuk menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional. Keputusan ini akan berdampak besar terhadap kebijakan bahasa di berbagai lembaga pemerintah dan organisasi penerima dana federal.
Menurut lembar fakta yang dirilis Gedung Putih, kebijakan ini akan memberikan wewenang kepada lembaga dan organisasi pemerintah yang menerima dana federal untuk memutuskan apakah mereka akan tetap menyediakan dokumen dan layanan dalam bahasa selain bahasa Inggris. Selain itu, Inpres ini juga akan mencabut mandat era Presiden Bill Clinton yang mewajibkan pemerintah dan organisasi penerima dana federal untuk menyediakan bantuan bahasa bagi penutur non-Inggris.
Gedung Putih menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk "mendorong persatuan, meningkatkan efisiensi dalam administrasi pemerintah, dan membuka jalan bagi partisipasi sipil." Hingga saat ini, lebih dari 30 negara bagian di AS telah menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi mereka, berdasarkan data dari U.S. English, sebuah kelompok advokasi yang mendukung kebijakan ini.
Selama beberapa dekade, anggota Kongres telah berulang kali mencoba mengajukan undang-undang untuk menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi AS, tetapi upaya tersebut selalu menemui kegagalan. Namun, pemerintahan Trump tampaknya mengambil langkah lebih jauh dengan menandatangani kebijakan ini.
Sebelumnya, dalam beberapa jam setelah pelantikan Trump pada Januari, pemerintahan baru langsung menghapus versi bahasa Spanyol dari situs web resmi Gedung Putih. Keputusan ini menimbulkan kebingungan dan kekecewaan di kalangan kelompok advokasi Hispanik dan komunitas lainnya. Meskipun Gedung Putih sempat menyatakan komitmennya untuk mengembalikan versi bahasa Spanyol dari situs web tersebut, hingga Jumat, situs tersebut masih belum dipulihkan.
Sementara itu, pemerintahan Trump sebelumnya juga pernah menutup akses versi bahasa Spanyol dari situs web Gedung Putih selama masa jabatan pertamanya. Langkah tersebut kemudian dikembalikan saat Presiden Joe Biden dilantik.
Hingga berita ini diturunkan, Gedung Putih belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait kebijakan ini dan dampaknya bagi komunitas penutur non-Inggris di Amerika Serikat.
(Sumber Berita: VOA)
0 Komentar