Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Dua Warga Adat di Merauke Mengaku Diintimidasi Saat Hendak Bertemu Pastor

Merauke, Olemah.com – Dua warga sipil dari masyarakat adat di Merauke mengaku mengalami intimidasi saat hendak bertemu dengan seorang pastor di Gereja Katedral Katolik Merauke. Kedua warga tersebut berniat menuntut hak-hak masyarakat adat yang mereka klaim telah dirampas demi kepentingan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bekerja sama dengan Keuskupan Merauke. Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 9 Maret 2025.

Menurut laporan yang diterima KNPB News, kedua warga tersebut datang ke gereja dengan mengenakan pakaian adat dan mengikuti ibadah misa kedua. Setelah ibadah, mereka berencana untuk bertemu dengan pastor, namun mendapat tekanan dari seorang perempuan yang disebut sebagai kepala bidang keamanan paroki Katedral. Perempuan tersebut, yang dikatakan sebagai anggota aktif Polres Merauke, mempertanyakan alasan mereka menggunakan pakaian adat dan melarang mereka duduk di depan karena dianggap dapat menakuti umat lain.

Kronologi Kejadian

Berdasarkan laporan yang diterima KNPB News, kejadian bermula sekitar pukul 07.15 WIT ketika kedua warga adat tersebut memasuki gereja dan mengikuti ibadah. Sebelum ibadah dimulai, seorang perempuan menghampiri mereka dan bertanya apakah mereka datang untuk membawa persembahan. Setelah dijawab bahwa mereka hanya ingin beribadah, perempuan tersebut kembali bertanya mengapa mereka mengenakan pakaian adat.

“Kami menjawab dengan hormat bahwa setelah ibadah kami ingin bertemu pastor. Namun, perempuan itu kembali mendatangi kami dan mengatakan bahwa kami tidak boleh duduk di depan karena dapat menakuti umat lain,” ujar salah satu warga adat yang mengalami kejadian tersebut.

Setelah ibadah selesai, kedua warga adat tersebut diajak oleh ketua dewan lingkungan untuk bertemu dengan pastor. Saat pertemuan berlangsung, mereka mendapati keberadaan tiga orang yang diduga anggota polisi berpakaian bebas.

Pernyataan Pastor dan Larangan Pakaian Adat

Dalam pertemuan tersebut, pastor menyampaikan sejumlah pernyataan yang menyoroti penggunaan pakaian adat dalam ibadah. Pastor tersebut menanyakan apakah kedatangan mereka ke gereja atas arahan seseorang dari Jayapura. Selain itu, ia menyebut bahwa penggunaan pakaian adat dalam ibadah tidak diperbolehkan karena dianggap sudah tidak relevan di era modern.

“Menurut pastor, ini bukan zaman kuno, zaman sudah berubah, sehingga harus menggunakan pakaian yang rapi seperti jins. Ibadah menggunakan pakaian adat dianggap sudah berlalu,” ungkap salah satu warga.

Pastor juga menekankan bahwa isu terkait Proyek Strategis Nasional tidak seharusnya diangkat di dalam gereja, melainkan di tempat yang lebih tepat seperti DPRD, Kantor Bupati, atau lokasi lain yang berkaitan dengan pemerintahan.

Reaksi Masyarakat Adat

Kasus ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat adat Merauke yang merasa bahwa hak mereka untuk mengenakan pakaian adat dalam ibadah tidak seharusnya dibatasi. Beberapa pihak menilai bahwa gereja seharusnya menjadi tempat yang inklusif dan menghormati keberagaman budaya yang ada.


Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak gereja maupun Polres Merauke terkait dugaan intimidasi ini. Masyarakat adat Merauke masih berharap adanya klarifikasi lebih lanjut serta jaminan kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan identitas budaya mereka. (**)


Posting Komentar

0 Komentar