Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Malaysia Perketat Regulasi Minyak Goreng Bekas, Eropa dan AS Investigasi Penipuan Biodiesel

 Jakarta, Olemah.com - Malaysia mengambil langkah tegas dalam menindak penipuan industri minyak goreng bekas (used cooking oil/UCO) yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Langkah ini dilakukan menyusul meningkatnya keluhan dari industri biodiesel Eropa yang menuding adanya pencampuran minyak murni dengan minyak dan lemak daur ulang.

Wakil Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Chan Foong Hin, menyatakan bahwa Dewan Minyak Sawit Malaysia (Malaysian Palm Oil Board/MPOB) tengah meninjau kembali standar dan kebijakan terkait minyak goreng bekas serta limbah industri kelapa sawit yang dikenal sebagai minyak sawit sludge (sludge palm oil/SPO). Hal ini bertujuan untuk membedakan kedua produk tersebut secara lebih jelas dan mencegah ketidaksesuaian dalam ekspor.

"Pemerintah juga memperkuat mekanisme penegakan hukum guna menjaga kredibilitas industri serta reputasi Malaysia sebagai eksportir yang bertanggung jawab," ujar Chan dalam sebuah wawancara pada Kamis (8/2). Ia menambahkan bahwa keluhan dari pembeli dapat mengancam status Malaysia sebagai eksportir minyak goreng bekas yang terpercaya.

Pentingnya Pelacakan Rantai Pasokan

Chan menegaskan bahwa pelacakan yang transparan dalam rantai pasokan sangat penting dalam mengatasi praktik penipuan ini.

"Inti dari masalah ini adalah pelacakan. Bagaimana Anda membuat seluruh rantai pasokan dapat dilacak?" ungkapnya.

Tahun lalu, industri biodiesel Eropa melaporkan lonjakan impor dari China yang diklaim berasal dari minyak dan lemak daur ulang, tetapi diduga sebenarnya berasal dari minyak murni yang lebih murah dan kurang berkelanjutan. Hal ini memicu kekhawatiran mengenai transparansi pasokan bahan baku biodiesel di pasar global.

Sementara itu, Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, bulan lalu mengambil langkah untuk membatasi ekspor minyak goreng bekas dan residu minyak kelapa sawit. Jakarta menyatakan bahwa volume pengiriman dalam beberapa tahun terakhir telah melebihi kapasitas produksi, mengindikasikan adanya pencampuran dengan minyak kelapa sawit mentah (CPO) murni.

Pada Agustus 2024, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) juga mengumumkan penyelidikan terhadap rantai pasokan setidaknya dua produsen bahan bakar terbarukan. Meskipun tidak menyebutkan nama perusahaan, langkah ini diambil di tengah kekhawatiran industri bahwa beberapa produsen mungkin menggunakan bahan baku biodiesel palsu demi mendapatkan subsidi pemerintah yang menguntungkan.

Regulasi Deforestasi Uni Eropa

Selain masalah penipuan dalam biodiesel, Malaysia juga menghadapi tantangan dari regulasi deforestasi Uni Eropa yang akan mulai diberlakukan. Chan menegaskan bahwa industri kelapa sawit Malaysia tidak perlu memandang negatif peraturan tersebut, karena negara itu telah berkomitmen terhadap kebijakan anti-deforestasi.

Saat ini, sekitar 87 persen perkebunan kelapa sawit di Malaysia telah tersertifikasi berkelanjutan melalui standar Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (Malaysian Sustainable Palm Oil/MSPO), kata Chan.

"Faktanya, kami siap," ujarnya.

Pada Desember 2024, Uni Eropa menyetujui penundaan satu tahun untuk undang-undang deforestasi yang mewajibkan importir kedelai, daging sapi, kakao, kopi, minyak sawit, kayu, karet, dan produk terkait lainnya untuk membuktikan bahwa rantai pasokan mereka tidak merusak hutan dunia. Jika tidak dapat membuktikan hal tersebut, mereka berisiko menghadapi denda besar.

Optimisme Pasar Minyak Sawit Malaysia

Meskipun menghadapi tantangan regulasi di Uni Eropa, Malaysia tetap optimis terhadap pasar minyak sawit global. Chan menyebutkan bahwa penurunan ekspor minyak sawit ke India, pembeli utama minyak sawit Malaysia, yang mencapai level terendah dalam 14 tahun pada Januari 2025, hanyalah kondisi sementara.

"Faktor permanennya adalah populasi. Jadi ya, kami masih optimis," katanya.

India mengimpor 3,03 juta metrik ton minyak sawit dari Malaysia pada 2024, meningkat 6,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan populasi mencapai 1,45 miliar jiwa, permintaan minyak sawit di India diperkirakan akan tetap tinggi di masa mendatang.

Langkah-langkah yang diambil oleh Malaysia dalam memperketat regulasi ekspor minyak goreng bekas dan menghadapi tantangan regulasi Uni Eropa menunjukkan komitmen negara tersebut untuk mempertahankan reputasi industri minyak sawitnya di pasar global.

(Sumber BeritaVOA)

Posting Komentar

0 Komentar