Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Guru Besar Unpad: Orang Papua Lebih Menghargai Kepala Daerah Asli Papua

Jakarta, Olemah.com – Guru Besar Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa, SH, MH, mengungkapkan bahwa masyarakat Papua lebih menghargai kepala daerah yang merupakan putra-putri asli Papua. Menurutnya, mereka dianggap sebagai pahlawan bagi masyarakat di Bumi Cenderawasih.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Pantja Astawa dalam Seminar Nasional bertajuk Mengembalikan Marwah MPR Sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat yang berlangsung di Hotel Marcopolo, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/2). Dalam seminar tersebut, ia menuturkan bahwa selama dirinya bolak-balik dari Bandung ke Papua dan Papua Barat sebagai pengajar program doktor kerja sama antara Unpad dan Universitas Cenderawasih (Uncen), ia sering mendengar kegelisahan para tokoh Papua.

“Saya dengar langsung dari para tokoh Papua bahwa mereka merasa tidak dianggap sebagai manusia. Mereka lebih menghargai kepala daerah yang merupakan orang asli Papua karena dianggap sebagai pahlawan dan representasi mereka,” ujar Prof. Pantja Astawa.

Menurutnya, demi merangkul masyarakat Papua, perlu ada pengakomodasian kepentingan mereka melalui utusan golongan di MPR. Dengan demikian, masyarakat Papua dapat berbicara langsung mengenai permasalahan yang mereka hadapi di tingkat nasional dan ikut merumuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Perubahan Kewenangan MPR Pasca Amandemen Dalam seminar yang juga dihadiri oleh akademisi dan praktisi hukum ini, Prof. Pantja Astawa menyoroti perubahan sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945, khususnya terkait MPR. Menurutnya, ada masalah mendasar mengenai keberadaan, wewenang, serta hubungan antara MPR dan lembaga negara lainnya.

“Pasca amandemen, MPR tidak lagi memiliki wewenang menetapkan GBHN serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Kini, kewenangan MPR terbatas pada mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya jika diperlukan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti perubahan keanggotaan MPR yang kini hanya terdiri dari anggota DPR dan DPD. Hal ini, menurutnya, membuat MPR tidak lagi menjadi representasi penuh dari seluruh rakyat karena utusan golongan seperti kelompok minoritas sudah tidak terwakili.

Dosen Hukum Tata Negara, Dr. Muhammad Rullyandi, SH, MH, yang turut hadir dalam seminar, menambahkan bahwa reformasi menjadi titik awal perubahan sistem ketatanegaraan Indonesia. Sejumlah perdebatan muncul dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 hingga Sidang Tahunan MPR 2001 terkait distribusi kedaulatan rakyat.

“Salah satu perdebatan yang muncul adalah apakah MPR perlu diperkuat kembali sebagai lembaga tertinggi negara atau tidak. Selain itu, ada pula diskusi mengenai perlunya mempertimbangkan kembali keanggotaan MPR, termasuk kemungkinan mengembalikan utusan daerah dan golongan,” ujar Rullyandi.

Sementara itu, praktisi hukum Agus Widjajanto, SH, MH, menyoroti bagaimana sistem politik saat ini membuat suara rakyat sering kali tidak lagi didengarkan oleh pemimpin yang telah terpilih. Menurutnya, suara rakyat yang seharusnya menjadi dasar pengambilan kebijakan sering kali hanya menjadi formalitas setelah pemilu.

“Setelah terpilih, pemimpin cenderung hanya berkonsultasi dengan DPR yang berisi anggota dari partai politik, bukan dengan rakyat secara langsung. Padahal, sejatinya mereka adalah mandataris rakyat,” katanya.

Seminar ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, jurnalis, serta masyarakat umum. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mengembalikan peran MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

Atas nama panitia, kami berterima kasih kepada para narasumber yang telah menyumbangkan pemikiran akademiknya dalam diskusi ini. Kami berharap seminar ini dapat memberikan kontribusi bagi perbaikan sistem ketatanegaraan kita,” ujar Limalaen Krova dari Yayasan Caritas Merah Putih selaku penyelenggara acara.

(Penulis: Wawan)

Posting Komentar

0 Komentar