“Ketergantungan kita saat ini sangat tinggi. Beras dan produk makanan instan yang didatangkan dari luar pulau menjadi kebutuhan utama, padahal biaya transportasinya melalui jalur udara sangat mahal,” ujar Titus.
Ia menjelaskan bahwa beras dan makanan instan seperti mi instan dan air kemasan menjadi pilihan utama masyarakat karena kemudahan penggunaannya. Namun, masyarakat seringkali tidak menyadari dampak negatif dari pola konsumsi seperti ini.
Penurunan Produktivitas Petani Lokal Menurut Titus, pola konsumsi ini juga telah memengaruhi produktivitas masyarakat dalam mengelola kebun. Lahan-lahan yang dulunya menjadi sumber pangan lokal kini tidak lagi digarap, bahkan dibiarkan menjadi hutan kembali.
“Moyang kita bertahan hidup dengan hasil kebun seperti hipere, bingga, dan keladi. Mereka hidup sehat dan bertahan hingga usia lanjut. Kini, kita justru lebih memilih bahan makanan impor yang belum tentu cocok dengan kebutuhan tubuh, terutama bagi usia tua,” ungkapnya.
Titus juga menyoroti perubahan perilaku masyarakat yang semakin malas berkebun. “Orangtua di kampung lebih memilih membeli beras di kota daripada mengolah kebun mereka. Jika ini dibiarkan, kita kehilangan warisan tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan anak cucu,” tegasnya.
Ketergantungan yang Berisiko Titus mengingatkan akan risiko besar jika daerah produsen beras di luar Papua, seperti Jawa atau Sulawesi, mengalami gagal panen atau berhenti mengirim pasokan ke wilayah pegunungan.
“Apa yang akan terjadi jika kita tidak bisa mendapatkan pasokan beras lagi? Ini kondisi riil yang perlu segera disikapi oleh semua pihak, termasuk para pemangku kepentingan di Papua,” katanya.
Seruan Kembali ke Kebun Sebagai solusi, Titus mengajak masyarakat untuk kembali ke kebun sebagai upaya bertahan hidup dan menjaga kemandirian pangan. Ia menekankan bahwa kebiasaan berkebun harus kembali dihidupkan sebelum kondisi ini semakin sulit dikendalikan.
“Kembali ke kebun adalah jalan utama. Jangan sampai orang asli Papua mati kelaparan bukan karena wabah atau penyakit, tetapi karena mental malas berkebun. Kita harus segera bertindak,” pungkasnya.
Dengan seruan ini, diharapkan masyarakat Papua Pegunungan dapat kembali menghargai warisan leluhur mereka dan menjaga keberlanjutan pangan untuk generasi mendatang.
(Kaki Abu)
0 Komentar