Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Front Justice for Tobias Silak Desak Penegakan Hukum Kasus Penembakan di Yahukimo

Jayapura, Olemah.com – Gerakan Front Justice for Tobias Silak kembali menyerukan desakan kuat untuk menuntaskan kasus penembakan di Yahukimo yang menewaskan Tobias Silak dan melukai Enaro Dapla. Aksi seruan ini berlangsung pada 14 Januari 2025, menyusul aksi serentak yang telah dilakukan pada 16 November 2024 di berbagai daerah di Indonesia dan Papua.

Tobias Silak, staf aktif Bawaslu Kabupaten Yahukimo, tewas di tempat akibat penembakan pada 20 Agustus 2024, sementara Enaro Dapla mengalami luka berat. Berdasarkan investigasi Komnas HAM RI, Tobias dipastikan sebagai warga sipil biasa yang tidak terlibat dalam aktivitas perlawanan apa pun. Komnas HAM juga mengategorikan peristiwa ini sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia berupa pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing).

Proses Hukum Berlarut Tanpa Kepastian Meski Komnas HAM telah merekomendasikan empat nama pelaku, hingga kini Polda Papua baru menetapkan dua tersangka, yakni Muh Kuriniawan Kudu dan Fernando Alexander Aufa. Dalam surat pemberitahuan perkembangan penyidikan (SP2P) terbaru yang diterima kuasa hukum dan keluarga korban pada 13 Januari 2025, dua nama lainnya tidak tercantum.

Polda Papua berdalih bahwa bukti-bukti dan keterangan saksi yang diperoleh belum cukup untuk menetapkan tersangka lainnya. Kondisi ini memicu kritik keras dari berbagai pihak, termasuk Front Justice for Tobias Silak, yang menilai penyelidikan ini cenderung melindungi pelaku dan mengabaikan rekomendasi Komnas HAM.

Tanggapan dan Tuntutan Di tempat yang sama, Varra Iyaba dari Gerakan Mahasiswa Papua (GERMAPA) menegaskan bahwa Polda Papua tidak boleh bersikap pilih kasih dalam menangani kasus ini. Ia menyebut bahwa ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap aparat penegak hukum semakin besar akibat penyelesaian sejumlah kasus yang berlarut, seperti pelemparan bom molotov di kantor Jubi dan penembakan pembela HAM Yan Christian Warinussy.

Pihak keluarga korban, melalui Rois Mohi, juga menuntut keadilan yang setara. “Data sudah jelas dari Komnas HAM, mengapa hanya dua pelaku yang disebut? Empat pelaku harus diadili jika Polda Papua ingin menunjukkan itikad baik kepada masyarakat Papua,” ujarnya.

Kristian Kabak, pengacara yang mendampingi koordinator Front Justice for Tobias Silak, Herlina Sobolim, menyampaikan pernyataan sikap dengan delapan poin tuntutan utama:

Segera menetapkan dua pelaku lainnya sebagai tersangka.

 Tangkap, adili, dan pecat empat oknum Brimob yang tergabung dalam Operasi Damai Cartenz. 

Hentikan upaya meringankan hukuman bagi para pelaku. 

Kutuk pihak-pihak yang memperlambat keadilan bagi keluarga korban.

Ungkap pelaku teror pelemparan bom molotov di kantor Jubi pada 16 Oktober 2024.

Usut tuntas kasus penembakan pembela HAM Yan Christian Warinussy pada 17 Juli 2024 di Papua Barat.

Hentikan segala bentuk operasi militer yang merugikan masyarakat sipil di Papua.

Hentikan proyek strategis nasional (PSN) di Papua Selatan yang dinilai berdampak pada pelanggaran HAM.

Desakan Keadilan untuk Papua Front Justice for Tobias Silak menilai bahwa kasus ini mencerminkan sejarah panjang pelanggaran HAM di Papua yang belum mendapatkan keadilan. “Keadilan bukan hanya untuk Tobias Silak dan Enaro Dapla, tetapi untuk semua korban pelanggaran HAM di Papua,” tegas perwakilan gerakan ini.

Dengan meningkatnya tekanan publik, gerakan ini berharap agar Polda Papua dan pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan adil. “Keadilan adalah hak semua manusia,” seru mereka

(Kaki Abu)

Posting Komentar

0 Komentar