Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas di DPRD Riau, Negara Rugi Rp162 Miliar

Pekanbaru, Olemah.com – Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas luar daerah di Sekretariat Dewan (Sekwan) DPRD Riau mencuat sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dengan kerugian negara mencapai Rp162 miliar. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau mengungkap sejumlah fakta mencengangkan terkait aliran dana korupsi tersebut.

Aliran Dana: Dari Artis hingga Pegawai Sekwan , Hasil penyelidikan mengungkap bahwa dana hasil korupsi mengalir ke berbagai pihak, termasuk artis Hana Hanifah dan ratusan pegawai Sekwan DPRD Riau. Pada Desember 2024, Hana Hanifah diperiksa sebagai saksi karena diduga menerima aliran dana korupsi ini.

Menurut penyidik, Hana menerima uang secara bertahap melalui rekening pihak ketiga, dengan nominal bervariasi antara Rp5 juta hingga Rp15 juta. Total dana yang diterima Hana diperkirakan mencapai Rp900 juta. Selain Hana, sekitar 401 pegawai Sekwan DPRD Riau juga diduga menerima aliran dana, dengan jumlah berkisar antara Rp100 juta hingga Rp300 juta per individu. Penerima ini terdiri dari aparatur sipil negara (ASN), tenaga ahli, dan pegawai honorer.

Direktur Ditreskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, mendesak pihak-pihak yang menikmati dana tersebut untuk segera mengembalikan uang ke negara. Hingga saat ini, baru Rp7,1 miliar yang dikembalikan. Jika tidak ada itikad baik, penerima dana akan ditetapkan sebagai tersangka.

Modus Operandi: Tiket Pesawat Fiktif, Kasus ini terkait dengan anggaran perjalanan dinas tahun 2020-2021, periode di mana Sekretaris DPRD Riau dijabat oleh Muflihun, yang juga mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru. Penyidik menemukan modus pengajuan tiket pesawat fiktif sebanyak 35.000 tiket. Tiket tersebut diajukan meskipun pada masa itu banyak penerbangan dibatalkan akibat pandemi Covid-19.

Bukti kuat diperoleh dari penggeledahan kantor Sekwan DPRD Riau, yang menghasilkan sejumlah dokumen penting. Selain itu, penyidik menyita sejumlah aset yang diduga berasal dari hasil korupsi, termasuk lima apartemen di Batam, 11 unit homestay di Sumatera Barat, serta rumah pribadi Muflihun.

Proses Penyelidikan dan Penetapan Tersangka, Hingga saat ini, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih memverifikasi penghitungan kerugian negara bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau. Gelar perkara untuk penetapan tersangka akan dilakukan setelah sinkronisasi data selesai.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan banyak pihak dengan bukti transaksi fiktif yang mencapai ribuan. Dengan skala kerugian yang besar, penanganan kasus ini diharapkan menjadi langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Polisi diharapkan segera mengungkap kebenaran dan menyeret para pelaku ke pengadilan.

(Sumber Berita:KOMPAS.com)

Posting Komentar

0 Komentar