Nduga, Olemah.com – Warga Distrik Kroptak, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, mendesak pemerintah pusat dan instansi terkait untuk segera menarik kembali anggota TNI non-organik dari wilayah mereka. Permohonan ini ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Pj Bupati Nduga Bapak Elai Giban, S.E., M.M., serta Dandim 1706/Nduga Letkol Inf Saeri.
Permintaan ini muncul menyusul insiden penyerangan dan pembakaran yang diduga dilakukan oleh anggota TNI pada 7 Desember 2024. Penyerangan ini terjadi hanya dua hari setelah kunjungan Panglima TNI ke ibu kota Kabupaten Nduga, Kenyam, pada 5 Desember 2024.
Kronologi Insiden Pada subuh tanggal 7 Desember 2024, sekitar pukul 05.00 WIT, operasi militer menggunakan lima helikopter dilakukan di Distrik Kroptak. Dalam operasi ini, TNI dilaporkan membakar 13 rumah warga di beberapa kampung, termasuk Kampung Miniem (5 rumah), Kampung Gol (3 rumah), dan Kampung Golparek (5 rumah). Selain itu, fasilitas warga rusak, ternak dibunuh, dan properti lainnya dirusak atau disita.
Operasi juga menyasar rumah-rumah warga di Kampung Pesat, Kroptak, dan Komoroam. Bahkan, fasilitas umum seperti gereja di Kroptak dihancurkan, dan barang-barang warga dilaporkan hilang. Meski tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, situasi ini memaksa warga setempat mengungsi untuk mencari perlindungan.
Kondisi Pengungsi Hingga saat ini, sekitar 2.000 jiwa dari enam kampung di Distrik Kroptak telah mengungsi ke hutan atau daerah sekitar Wamena dan ibu kota Nduga. Para pengungsi, termasuk 65 balita, 8 ibu hamil, 5 pasien berat, dan 15 lansia, harus bertahan hidup dalam kondisi memprihatinkan ini dalam insiden ini tidak ada korban jiwa
Mereka membangun tempat tinggal sementara dari daun dan tenda darurat di hutan. Minimnya pasokan makanan, obat-obatan, serta fasilitas kesehatan memperparah kondisi para pengungsi, terutama bagi anak-anak dan lansia yang rentan terhadap penyakit.
Seruan untuk Penanganan Warga Distrik Kroptak meminta perhatian serius dari pemerintah daerah Nduga dan pihak-pihak kemanusiaan. Hingga kini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk menangani pengungsi secara netral dan komprehensif.
Sementara itu, keberadaan pos-pos militer di Distrik Kroptak, seperti di Kampung Pesat dan sekitar Lapangan Lendumu, menambah ketegangan di wilayah tersebut.
Insiden ini menyoroti perlunya evaluasi terhadap pendekatan militer di Papua, sekaligus menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan dialog damai untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan.
Sumber: Intanus Gwijangge, S.Th
0 Komentar