Jakarta, Olemah.com – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 terus mendapat penolakan luas dari masyarakat. Gelombang unjuk rasa dan petisi, yang telah diteken hampir 200 ribu orang, mencerminkan keresahan publik terhadap kebijakan ini.
Aturan kenaikan PPN tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk mengevaluasi bahkan membatalkan kebijakan ini.
Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios), Mhd Zakiul Fikri, mengkritik ambiguitas Pasal 7 UU HPP yang memungkinkan perubahan tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15%. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kekacauan hukum dan dampak negatif pada perekonomian, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Norma kenaikan PPN ini dapat memicu inflasi, melemahkan daya beli, meningkatkan angka pengangguran, menekan UMKM, dan memperburuk tingkat kemiskinan di Indonesia," jelas Zakiul dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).
Zakiul mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan PPN. Ia menilai langkah ini sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat, mengingat DPR sedang dalam masa reses hingga 15 Januari 2025.
"Presiden Prabowo harus menunjukkan keberpihakan pada rakyat dengan menerbitkan Perppu pembatalan kenaikan PPN 12%. Ini saatnya beliau meninggalkan bayang-bayang pemerintahan sebelumnya dan fokus pada kepentingan masyarakat menengah bawah," tambah Zakiul.
Pendapat serupa disampaikan oleh Hadi Poernomo, mantan Dirjen Pajak sekaligus Ketua BPK periode 2009-2014. Hadi menegaskan bahwa pemerintah sebaiknya tidak hanya menunda, tetapi juga membatalkan kenaikan PPN dan mengembalikannya ke tarif 10%.
"Kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi. Ketergantungan yang terlalu besar terhadap PPN, seperti yang tercantum dalam RAPBN 2025, hanya akan membebani masyarakat kecil," ujar Hadi dalam keterangannya.
Polemik ini terus berkembang, dan tekanan publik terhadap pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan PPN semakin menguat. Publik berharap langkah konkret segera diambil demi meringankan beban ekonomi masyarakat.
(Yanto)
0 Komentar