"Saya telah berbicara dengan seseorang. Saya bilang, jika saya terbunuh, bunuhlah BBM (Bongbong Marcos), (ibu negara) Liza Araneta, dan (Ketua DPR) Martin Romualdez. Tidak main-main," ujar Sara Duterte. "Jangan berhenti sampai Anda membunuh mereka," tambahnya.
Pernyataan ini muncul di tengah perselisihan politik yang terus memanas antara Duterte dan Marcos. Istana Kepresidenan Filipina menanggapi dengan serius ancaman tersebut dan telah merujuk kasus ini kepada Komando Keamanan Presiden.
"Ancaman apapun terhadap nyawa presiden harus selalu ditanggapi serius, terutama jika disampaikan secara terbuka dan jelas," ujar Kantor Komunikasi Kepresidenan Filipina dalam pernyataan resmi.
Ketegangan di Puncak Politik Filipina Sara Duterte, yang merupakan putri mantan Presiden Rodrigo Duterte, sebelumnya mundur dari kabinet pada Juni 2024. Langkah tersebut menandai keretakan dalam aliansi politik antara dirinya dan Marcos, yang pernah membawa keduanya meraih kemenangan besar pada Pemilu 2022.
Ketegangan semakin memuncak ketika Ketua DPR Martin Romualdez, sepupu Marcos, memangkas anggaran kantor wakil presiden hingga hampir dua pertiganya. Duterte juga secara terbuka mengkritik Marcos dengan menyebutnya "pembohong" dan "tidak kompeten."
Dalam konferensi pers tersebut, Duterte melontarkan kritik pedas, "Negara ini akan masuk neraka karena kita dipimpin oleh orang yang tidak tahu bagaimana menjadi presiden."
Dinamika Politik yang Berbahaya Perseteruan di antara dua tokoh puncak pemerintahan Filipina ini memunculkan kekhawatiran atas stabilitas politik. Pada Oktober lalu, Duterte bahkan mengaku pernah membayangkan untuk memenggal kepala Marcos akibat perbedaan pandangan mengenai kebijakan luar negeri dan isu-isu lain, termasuk perang Rodrigo Duterte melawan narkoba.
Sementara itu, Filipina tengah bersiap menghadapi Pemilu Jangka Menengah pada Mei 2025. Pemilu ini dianggap sebagai ujian popularitas bagi Marcos sekaligus peluang baginya untuk mengkonsolidasikan kekuasaan sebelum masa jabatan enam tahunnya berakhir pada 2028.
Sejarah Kekerasan Politik Filipina Filipina memiliki sejarah panjang kekerasan politik, termasuk pembunuhan Benigno Aquino pada 1983, seorang senator yang menentang pemerintahan Marcos Senior. Ancaman dari Duterte ini kembali menyoroti risiko konflik kekerasan di puncak kekuasaan.
Meski ancaman Sara Duterte telah memicu perhatian luas, hingga kini belum ada komentar lebih lanjut dari kantor wakil presiden terkait pernyataan tersebut. Sementara itu, Istana Kepresidenan memastikan akan mengambil langkah tegas untuk menjaga stabilitas dan keselamatan presiden.
(Yanto)
0 Komentar