Boven Digoel, Olemah.com — Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah menolak gugatan kasasi yang diajukan oleh Hendrikus Franky Woro terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi Papua untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). Penolakan ini disampaikan pada 1 November 2024, dan mengecewakan Hendrikus, seorang pembela lingkungan hidup dan warga adat suku Awyu, yang telah berjuang selama 17 bulan melawan izin ekspansi perusahaan sawit di tanah leluhurnya di Kabupaten Boven Digoel.
Hendrikus mengungkapkan rasa kecewanya dalam konferensi pers, menyoroti bahwa putusan MA menunjukkan kurangnya dukungan dari pemerintah terhadap masyarakat adat. “Saya merasa sangat kecewa dan sakit hati, karena saya sudah tidak ada jalan keluar lain yang saya harapkan untuk bisa melindungi dan menyelamatkan tanah dan manusia di wilayah tanah adat saya,” ujarnya.
Bersama Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, Hendrikus berkomitmen untuk mempertahankan hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Awyu dari tekanan korporasi sawit. Sayangnya, MA menolak gugatannya, menambah daftar panjang kabar buruk bagi masyarakat adat dan komunitas lokal yang berjuang melawan perusahaan-perusahaan yang berpotensi merusak hutan mereka.
Dalam proses hukum yang dimulai sejak 13 Maret 2023 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Hendrikus berusaha membatalkan izin lingkungan PT IAL yang memiliki luas 36.094 hektare, yang dianggapnya tumpang tindih dengan hutan adat marga Woro. Meskipun MA mengeluarkan putusan tersebut, hakim Yodi Martono Wahyunadi memberikan dissenting opinion yang menyatakan bahwa izin lingkungan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua menganggap keputusan MA mencerminkan inkonsistensi dalam penerapan aturan hukum. Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa keputusan ini merupakan kabar duka bagi masyarakat adat Papua dan menyoroti kurangnya komitmen pemerintah dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati.
Meskipun menghadapi penolakan, Hendrikus dan masyarakat adat Awyu bertekad untuk terus berjuang demi hak-hak mereka atas tanah dan hutan adat. Mereka berupaya mendapatkan dukungan publik dan berharap bisa melanjutkan perjuangan hukum melawan perusahaan-perusahaan yang mengancam kehidupan mereka.
(Malik)
0 Komentar