Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada Maret 2020, saat PT Yonsin Jaya dan PT GA Indonesia menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun. Pada 20 Maret 2020, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan memesan 10 ribu set APD dengan harga Rp 379.500 per set dari PT PPM.
Tidak lama kemudian, Kepala BNPB memerintahkan TNI untuk mengambil dan mendistribusikan APD tersebut ke sepuluh provinsi tanpa dokumentasi yang lengkap. Selain itu, KPK mencatat adanya kontrak kerja sama distribusi antara PT PPM dan PT Energi Kita Indonesia (EKI) dengan margin 18,5 persen untuk PT PPM.
Dalam kasus ini, KPK menemukan sejumlah pelanggaran, seperti penggunaan data palsu dan dokumen kepabeanan, serta transaksi yang dilakukan tanpa kontrak resmi. Pada 27 Maret 2020, misalnya, BNPB membayar Rp 10 miliar kepada PT PPM meskipun belum ada kontrak resmi.
KPK juga menahan dua tersangka lainnya, yakni Budi Sylvana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemenkes dan Satrio Wibowo, Direktur Utama PT EKI, yang telah lebih dahulu ditahan sejak 3 Oktober 2024.
Atas perbuatannya, Ahmad Taufik dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. KPK menahan Ahmad Taufik untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan KPK, Gedung ACLC C1 Jakarta.
(Sumber Berita: Kompas.Co)
0 Komentar