Sejumlah tokoh dan organisasi hadir dalam perayaan ini, memberikan kritik, saran, serta dukungan untuk menguatkan langkah perjuangan KNPB. Dalam sambutannya, Jubir Internasional KNPB, Victor Yeimo, menjelaskan perjalanan KNPB selama 16 tahun sebagai organisasi perlawanan yang konsisten melawan kolonialisme tanpa kekerasan.
“Revolusi membutuhkan kader-kader yang konsisten dan sadar dalam perjuangan. Generasi saat ini memegang peranan penting untuk menentukan arah masa depan perlawanan,” ujar Victor.
Ketua PNWP, Buktar Tabuni, menyerukan persatuan antar kelompok perjuangan sebagai langkah strategis untuk mencapai tujuan bersama. Namun, ia juga mengkritik beberapa elemen seperti LSM, gereja, dan akademisi yang dianggap merusak persatuan.
Pimpinan NGR, Hakim Pahabol, menggarisbawahi pentingnya strategi yang jelas dalam perlawanan. Ia menegaskan bahwa aksi yang terarah dan reaksi yang konsisten dapat membawa perubahan nyata.
“KNPB harus tetap menjadi media nasional yang menjaga dan memediasi aspirasi rakyat,” tambahnya.
Tokoh lainnya, seperti Bazoka Logo dari ULMWP versi Kongres, menyampaikan kritik tajam terhadap pendekatan moderat yang dinilai memperbaiki wajah kolonialisme tanpa menghasilkan perubahan signifikan. Sementara itu, Sekretaris WPNA, Marthen Manggaprow, memuji militansi KNPB dan mendorong organisasi untuk terus membuka diri terhadap kritik rakyat.
Dalam mimbar rakyat, Ester Haluk dari Garda-Papua menegaskan pentingnya kerja advokasi HAM yang konkret dan mengkritik pemimpin yang hanya beretorika tanpa aksi nyata. Suara serupa datang dari Manu Iyaba (GEMPAR) yang meminta para pemimpin lebih mendekatkan diri ke basis rakyat, serta Eneko Pahabol (Pemuda Gereja) yang mengingatkan pentingnya iman dalam perjuangan.
Mahasiswa Papua, yang diwakili oleh Kamus Bayage, memberikan apresiasi atas peran KNPB sebagai “guru rakyat” yang mendidik kecerdasan dan kesadaran tentang penindasan.
Ketua Satu KNPB Pusat, Warpo W. Wetipo, menyimpulkan acara dengan refleksi mendalam.
“KNPB lahir dalam ancaman, tumbuh dalam ancaman, dan bahkan jika mati, itu juga karena ancaman. Ancaman adalah bagian dari perjuangan kita, dan itulah yang membuat KNPB tetap relevan,” katanya.
Acara ini ditutup dengan otokritik kepada seluruh pejuang untuk terus bergerak dan tidak menyerah pada penindasan. Sebagai simbol, kue ulang tahun KNPB ke-16 digambarkan sebagai “Kue Ancaman,” melambangkan tekad perlawanan yang terus hidup di tengah tekanan.
Momentum ini diharapkan menjadi pengingat bahwa perjuangan membutuhkan keberanian, konsistensi, dan persatuan untuk membawa perubahan bagi Papua Barat. (Rimba)
0 Komentar