Anggota DPD RI asal Papua Tengah, Lis Tabuni, menyatakan penolakannya terhadap program tersebut. "Transmigrasi bukanlah solusi untuk Papua. Ada banyak hal yang seharusnya menjadi prioritas jika pemerintah memang ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua," ujar Lis Tabuni. Ia menambahkan bahwa program transmigrasi hanya akan memperberat situasi di Papua dan mengabaikan masalah kompleks yang ada.
Pernyataan Lis didukung oleh Lamek Dowansiba, anggota DPD RI asal Papua Barat. Lamek meminta Presiden Prabowo untuk mengkaji ulang rencana transmigrasi ini. “Papua memiliki masalah yang kompleks, sehingga diperlukan penanganan yang hati-hati,” ujarnya dalam sebuah wawancara di Jakarta, 22 Oktober 2024.
Senator Paul Finsen Mayor dari Papua Barat Daya juga menolak program transmigrasi dalam Sidang Paripurna DPD RI pada 28 Oktober 2024. Ia menekankan bahwa pemerintah seharusnya lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat asli Papua daripada mengirimkan keluarga transmigran dengan fasilitas tanah dan rumah gratis.
Arianto Kogoya, anggota DPD RI Dapil Papua, turut menekankan pentingnya kehadiran tenaga medis dan guru di Papua. Menurutnya, wilayah pegunungan Papua membutuhkan sekitar 5.000 tenaga medis dan pendidik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ia juga menyinggung kondisi keamanan di Papua Pegunungan yang dinilai belum kondusif untuk program transmigrasi.
Para pemimpin Papua ini berharap pemerintah pusat mempertimbangkan ulang rencana transmigrasi dan lebih memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat asli Papua. Mereka menilai bahwa peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan jauh lebih penting daripada kedatangan transmigran ke tanah Papua.
(Wawan)
0 Komentar