Jayapura, Olemah.com – Umat Katolik di Papua berencana melaporkan Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, ke Polda Papua atas pernyataannya yang dianggap kontroversial. Langkah ini diambil karena Uskup Mandagi dinilai tidak merespons permintaan klarifikasi secara terbuka dari umat, sehingga menimbulkan polemik.
Sumber ketegangan ini bermula dari pernyataan Uskup Mandagi yang menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) digagas negara untuk "memanusiakan manusia." Namun, umat mengkritik keputusan Uskup yang dianggap lebih memprioritaskan komunikasi dengan pihak militer yang menjalankan PSN di Merauke, sementara tak menemui masyarakat adat Merauke yang mengeluhkan pengambilalihan hak ulayat mereka.
Kristianus Dogopia dan Stenly Dambujai dari Suara Kaum Awam Katolik Papua menyatakan pada Minggu (27/10/2024) bahwa pihaknya merasa perlu melaporkan kasus ini demi menjaga martabat gereja dan menghindari perpecahan. "Uskup Mandagi tidak mengubris tuntutan dialog dari umat dan para pemangku kepentingan. Sikap diam Uskup justru membuka jalan bagi perpecahan baru," kata Dogopia.
Menurutnya, sejak kedatangan Uskup Mandagi di Merauke, gereja di Papua mengalami perubahan arah. Jika sebelumnya gereja kerap bersikap netral dan berpihak pada yang lemah, kini gereja justru terlihat lebih mendukung kelompok berkuasa. Dogopia menilai bahwa hal ini berpotensi mengubah persepsi umat terhadap Gereja Katolik.
Sebagai bentuk protes berkelanjutan, umat menggelar aksi bisu di halaman Gereja Katolik Paroki St. Fransiskus Asisi APO, Kota Jayapura. Aksi yang berlangsung pada Minggu pagi ini adalah yang keempat kalinya. Dambujai mengatakan, aksi ini akan terus berlanjut setiap minggu hingga Uskup Mandagi meminta maaf secara terbuka.
Selain aksi protes, umat bersama konsultan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum di Papua juga tengah mengumpulkan bukti-bukti hukum untuk melaporkan kasus ini ke Polda Papua. “Kami juga berencana membawa perkara ini ke pengadilan gereja sambil berkoordinasi dengan ahli hukum gereja,” ujar Dambujai.
Umat Katolik Papua berharap langkah hukum ini dapat membantu mengakhiri ketegangan serta mengembalikan posisi gereja sebagai pelindung yang netral bagi umat. (Sumber: Suara Papua)
0 Komentar