Para peserta aksi membentangkan spanduk bertuliskan “Tidak Tangkap Berarti Terlibat” serta pamflet dengan pesan seperti “Lindungi Jurnalis” dan “Keadilan untuk Jubi.” Ketua Asosiasi Wartawan Papua (AWP), Elisa Sekenyap, dalam orasinya menyampaikan agar polisi segera mengusut tuntas kasus tersebut. Sekenyap menilai tindakan teror terhadap pers telah berulang kali terjadi di Papua, termasuk kepada jurnalis Lucky Ireeuw dan Victor Mambor.
“Kasus pelemparan molotov itu harus diungkap sejelas-jelasnya. Teror seperti ini bukan pertama kali terjadi di Papua. Kini sudah sepekan berlalu, namun pelaku belum juga ditangkap meskipun ada bukti rekaman CCTV,” tegas Sekenyap.
Ia juga menyebutkan bahwa tindakan tersebut adalah bentuk premanisme yang mengancam kebebasan pers. Sekenyap mengingatkan bahwa keberatan terhadap pemberitaan dapat dilakukan melalui hak jawab sesuai UU Pers No.40 Tahun 1999, bukan dengan tindakan kekerasan.
“Ini adalah tindakan pengecut, aksi premanisme. Kalau ada yang keberatan dengan berita, gunakan hak jawab. Ini bukan kasus remeh, ini ancaman serius terhadap pers di Papua. Kami datang ke sini, kami ingin ada keadilan,” ujar Sekenyap.
Engel Wally, orator lainnya, mengkritik lambannya respons polisi terhadap kasus ini dan menilai kasus teror tersebut tak hanya mengancam jurnalis tetapi juga masyarakat. “Teror seperti ini mengancam kami semua. Kami ingin polisi segera menangkap pelakunya. Kalau tidak ada penangkapan, berarti terlibat,” katanya dengan tegas.
Aksi demonstrasi ini berlangsung hingga pukul 10.55 WP. Setelah aksi, Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis mendatangi Markas Polda Papua untuk melakukan audiensi dengan Wakapolda Papua, Kabid Humas Polda Papua, dan Dirkrimum Polda Papua. Koalisi mendesak agar pihak kepolisian segera mengungkap kasus ini beserta motif di balik aksi teror bom molotov tersebut.(Sumber Redaksi: SUARAPAPUA.com)
0 Komentar