Sopiori, Olemah.com - SMA Negeri 5 Wakre, Kabupaten Supiori, Papua, di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah Inseri Paulina Womsiwor, S.Pd., menerapkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam proses pembelajaran. Filosofi ini menekankan bahwa tujuan utama pendidikan adalah "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat."
Menurut Ibu Inseri Paulina Womsiwor, pendidik berperan sebagai penuntun yang membantu mengembangkan kekuatan alami anak tanpa mengubah dasar-dasar tersebut. Peran pendidik adalah memperbaiki perilaku dan mendorong pertumbuhan potensi yang dimiliki anak. Proses "menuntun" ini dilakukan dengan menerapkan prinsip Tri Sentra Pendidikan, yaitu Ingarso Sung Tulodo (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karso (di tengah memberi semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan).
Dalam pendekatan ini, anak-anak diberikan kebebasan untuk belajar, sementara pendidik berperan sebagai "pamong" yang memberi arahan agar anak-anak tidak kehilangan arah atau terjerumus ke dalam hal-hal yang membahayakan mereka. "Sebagai seorang pamong, pendidik memiliki tugas penting untuk memastikan bahwa anak-anak dapat menemukan kemerdekaan dalam belajar," ujar Inseri Paulina Womsiwor.
Ia menambahkan, bahwa anak-anak juga diajak untuk memahami bahwa kemerdekaan mereka tidak boleh mengganggu kemerdekaan orang lain. Oleh karena itu, pendidik harus menuntun anak-anak untuk mampu mengelola diri dan hidup berdampingan dengan orang lain sebagai manusia dan anggota masyarakat. Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti sangat penting, karena merupakan kemampuan kodrati manusia yang berhubungan dengan aspek biologis dan berperan dalam pembentukan karakter seseorang.
Konsep kemerdekaan belajar anak di SMA Negeri 5 Wakre diterapkan melalui pendidikan yang berpihak pada anak. Guru memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan, sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa "Permainan anak, itulah pendidikan." Bermain adalah kodrat alami anak, sehingga pembelajaran dapat diintegrasikan dengan aktivitas bermain.
Selain itu, pendidikan di sekolah ini juga memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan bakat dan minat mereka. Setiap anak memiliki kodrat dan potensi unik yang harus dihargai dan dikembangkan. Anak bukanlah tabula rasa, tetapi lebih seperti kertas yang sudah memiliki sketsa, dan tugas pendidik adalah memperjelas dan memperkuat sketsa tersebut agar membentuk gambaran yang indah dan bermakna.
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan peran pendidik seperti petani atau tukang kebun. Anak-anak diibaratkan sebagai biji tanaman yang disemai di lahan yang telah disiapkan. Jika biji tersebut ditanam di tanah subur, dengan sinar matahari dan pengairan yang cukup, meskipun biji tersebut kurang berkualitas, mereka masih dapat tumbuh dengan baik berkat perhatian dan perawatan dari petani. Namun, meskipun biji tersebut berkualitas baik, jika ditanam di lahan yang gersang tanpa perawatan yang tepat, pertumbuhannya tidak akan optimal.
Pola pendidikan ini di SMA Negeri 5 Wakre bertujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan di masa depan, seperti kreativitas, inovasi, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kemampuan berpikir kritis, daya nalar yang tinggi, kemampuan berkomunikasi, bekerja dalam tim, serta wawasan global. Semua karakter ini adalah bagian dari profil Pelajar Pancasila yang diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Selain pemikiran Ki Hadjar Dewantara, SMA Negeri 5 Wakre juga mengadopsi teori Montessori yang menekankan kemandirian dan keaktifan anak dalam pembelajaran, yang mendukung transformasi pendidikan yang berpihak pada anak dan penting dalam membentuk profil Pelajar Pancasila yang mandiri dan berdaya saing.
Kesimpulan: Filosofi Ki Hadjar Dewantara mengamanatkan bahwa tugas utama pendidik adalah menuntun anak agar dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan ini, pendidik harus memahami kodrat anak, memberikan kebebasan dalam belajar yang sejalan dengan aturan masyarakat, serta mendukung anak dalam menentukan pilihan hidup mereka. Melalui proses belajar ini, diharapkan terbentuk karakter yang sesuai dengan profil Pelajar Pancasila.(Kaki Abu)
0 Komentar