Pembunuhan ini bermula dari masalah keluarga. Anak perempuan bernama Markin Heluka, putri dari Yulius Heluka, menikah beberapa tahun lalu dengan korban bernama Matan Elepore. Namun, belakangan suaminya menikah lagi dengan wanita lain, membuat Markin kembali ke rumah orang tuanya karena kecewa.
Pada pagi hari sekitar pukul 9:35, kepala desa Asia mengundang pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Sayangnya, hakim dan staf desa tidak hadir pada waktu yang ditentukan. Dalam percakapan antara pelaku, Yahuli Heluka, dan korban, terjadilah kejadian tragis. Pelaku datang diam-diam dari belakang dan menikam Matan Elepore dengan pisau. Terjadi perlawanan, namun Yahuli Heluka, yang adalah adik Markin, akhirnya berhasil menikam perut korban hingga ususnya keluar dan mati di tempat. Tiga orang lainnya juga mengalami luka-luka dan sedang dalam perawatan.
Pada Kamis, 1 Agustus 2024, Kepala Suku Ham Heluka beserta rekan-rekannya turun langsung ke Silimo untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam pertemuan kedua belah pihak, Ham Heluka mengkonfirmasi kejadian tersebut melalui telepon dengan Wayu Heluka.
Pada 2 Agustus 2024, lima kepala kampung dan desa setempat sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai tanpa konflik. Pihak korban menuntut pelaku membayar kompensasi sebesar Rp 1,5 miliar dan 20 ekor babi.
Pada 3 Agustus 2024, sebagai bentuk pertanggungjawaban, pelaku menyerahkan 21 ekor babi dan uang sebesar Rp 10 juta.
Ham Heluka mengimbau kepada keluarga korban yang berada di kota-kota untuk tidak melakukan tindakan provokatif. Ia berharap seluruh lapisan masyarakat tetap bersahabat dan tidak terprovokasi oleh narasi negatif.
Nabi W. Heluka, seorang aktivis kemanusiaan dan mahasiswa Theologi, mengecam tindakan sadis ini. Ia menyayangkan rendahnya moralitas pelaku yang merupakan alumni Universitas Cenderawasih Papua. Nabi menekankan pentingnya generasi Ngalik untuk sadar dan berdiri sebagai individu yang independen dan terdidik, menjadi solusi bukan masalah.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk gereja, pemerintah lokal, kepala suku, kaum muda, kaum intelektual, dan kaum perempuan, untuk menjaga kebersamaan dan keakraban demi menghindari konflik antar suku. (Penulis Nabi W. Heluka)
0 Komentar