Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Masyarakat Adat Merauke Tolak Proyek Swasembada Gula dan Bioetanol, Gelar Aksi Demonstrasi dan Ritual Adat

 

Merauke, Olemah.com - Masyarakat adat di Merauke dengan tegas menolak proyek strategis nasional Swasembada Gula dan Bioetanol. Penolakan ini diwujudkan melalui aksi demonstrasi dan ritual adat yang digelar di depan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan pada Kamis, 22 Agustus 2024.


Dalam keterangan tertulisnya, forum masyarakat adat Malind-Anim yang terdiri dari beberapa sub suku seperti Kimahima, Maklew, Mayo Bodol, Yob Milah, Yab Milah, Igewe Milah, dan Yeinan, menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang percepatan Swasembada Gula Nasional dan penyediaan Bioetanol. Mereka menilai kebijakan ini akan merampas tanah adat dan merusak ruang hidup mereka.


Aksi yang dimulai sejak pukul 10.00 Waktu Papua Selatan ini melibatkan berbagai komunitas, termasuk masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, dan mahasiswa. Mereka berkumpul di lingkaran Brawijaya, Kota Merauke, membawa spanduk-spanduk dengan berbagai pesan seperti "Kami Hidup Tanpa Tebu dan Sawit", "Selamatkan Tanah dan Manusia Papua", dan "Masyarakat Adat Sub Suku Malind Maklew Menolak Segala Investasi di Bumi Anim Ha".


Vincen Kwipalo, salah satu pemilik tanah yang terancam diambil alih oleh PT Murni Nusantara Mandiri, menjelaskan bahwa ritual gosok lumpur putih yang dilakukan oleh masyarakat adat Malind merupakan simbol kesedihan dan tanda berkabung. "Kami menggosok tubuh menggunakan lumpur putih sebagai lambang duka dan kesedihan karena tanah kami diambil paksa," ujar Vincen.


Sekitar 300 orang terlibat dalam aksi ini dan berjalan menuju kantor MRP Provinsi Papua Selatan untuk menyampaikan 12 poin tuntutan dan aspirasi. Mereka mendesak MRP untuk segera membentuk panitia khusus (pansus) dan melakukan investigasi terkait penolakan proyek oleh masyarakat adat dari beberapa kampung di empat distrik. Mereka juga meminta MRP untuk berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan lembaga terkait guna menyelesaikan konflik tanah dan menghentikan aktivitas ekstraktif yang merugikan masyarakat adat.


Masyarakat adat juga meminta MRP untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM RI terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berpotensi terjadi akibat proyek Swasembada Gula dan Bioetanol. Mereka juga meminta MRP untuk tidak mendengarkan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang dianggap abal-abal dan hanya memperjuangkan kepentingan investor.


Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, masyarakat adat mengancam akan melakukan konsolidasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah sesuai hukum yang berlaku.


Aksi ini merupakan respons terhadap percepatan proyek Swasembada Gula dan Bioetanol yang dinilai mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat adat di wilayah selatan Pulau Papua. Sejak rencana ini diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2023, pembukaan lahan besar-besaran telah terjadi, menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan masyarakat adat.









Posting Komentar

0 Komentar