Insiden ini terjadi ketika Joku, seorang jurnalis senior Papua Nugini, dilarang menghadiri sesi konferensi pers bersama Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape. Dewan Media Papua Nugini menyebut tindakan ini sebagai "serangan terhadap media independen PNG dan penghinaan terhadap kedaulatan politik PNG."
"Ini bukan pertama kalinya delegasi asing yang berkunjung memberlakukan pembatasan terhadap jurnalis PNG yang meliput acara mereka," kata Presiden Dewan Media, Neville Choi. Ia menambahkan bahwa pejabat pemerintah Papua Nugini sering kali mengalah pada permintaan seperti itu, yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers.
Insiden pelarangan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang rencana pemerintah Papua Nugini untuk mengatur pers melalui kebijakan pengembangan media yang dianggap kontroversial. Beberapa jurnalis dan kelompok masyarakat sipil mengkritik kebijakan tersebut karena dianggap memberikan peluang bagi politisi dan pejabat untuk melemahkan peran media sebagai pengawas.
Joku mengatakan bahwa dia telah terakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri Papua Nugini dan Departemen Informasi dan Komunikasi untuk meliput kedatangan Prabowo. Namun, ia ditolak masuk di Bandara Internasional Jacksons oleh staf Kementerian Luar Negeri yang menyebutkan bahwa namanya telah dihapus dari daftar jurnalis yang diizinkan atas arahan pejabat Indonesia.
Meskipun intervensi dari kantor Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Justin Tkatchenko, memungkinkan Joku meliput kedatangan Prabowo, ia tetap dilarang menghadiri konferensi pers dengan Marape. Seorang pejabat pemerintah Indonesia kemudian mengklaim bahwa insiden ini terjadi karena kesalahpahaman, tetapi larangan tetap diberlakukan.
"Memalukan bahwa pejabat pemerintah PNG yang terlibat dalam kunjungan internasional ini membiarkan hal ini terjadi pada seorang jurnalis PNG," ujar Choi.
Kementerian Luar Negeri Papua Nugini menolak berkomentar mengenai insiden tersebut, merujuk pertanyaan ke kantor Marape dan Kedutaan Besar Indonesia, yang juga tidak memberikan tanggapan.
Insiden seperti ini bukan yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2015, selama kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, jurnalis lokal diberitahu untuk tidak mengajukan pertanyaan tentang wilayah Papua di Indonesia. Pada kunjungan mantan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, tahun 2017, jurnalis PNG juga dilarang menghadiri konferensi pers. Kasus serupa terjadi pada tahun 2022, saat kunjungan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi.
Choi menyatakan bahwa larangan terhadap Joku semakin memprihatinkan karena tampaknya terkait dengan liputannya baru-baru ini tentang gerakan kemerdekaan di Papua. "Kekejaman yang dilakukan terhadap rakyat Papua Barat oleh pemerintah Indonesia bukanlah topik tabu bagi media di PNG," tambah Choi.
Rencana pemerintah untuk mengatur media menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelemahan kebebasan pers di negara ini, yang peringkatnya dalam indeks kebebasan pers tahunan Reporters Without Borders menurun dari posisi ke-59 tahun lalu ke posisi ke-91 tahun ini.
Kunjungan Prabowo ke Port Moresby terjadi dalam perjalanan pulang dari Canberra, di mana ia menyelesaikan negosiasi untuk peningkatan perjanjian pertahanan antara Australia dan Indonesia. Meskipun sebelumnya dijanjikan akan ada pengumuman penting setelah pertemuan bilateral, tidak ada berita besar yang diumumkan setelah pembicaraan tersebut.
Beberapa pengamat dan kelompok hak asasi manusia menyatakan kekhawatiran bahwa dengan naiknya Prabowo sebagai presiden, akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu di Indonesia mungkin tidak lagi menjadi prioritas. Prabowo, mantan jenderal yang pernah menikah dengan putri presiden Soeharto, diberhentikan dari militer pada tahun 1998 karena perannya dalam penculikan aktivis. Ia juga dikaitkan dengan dugaan kekejaman selama invasi ke Timor Timur dan operasi militer di Papua, meskipun ia membantah semua tuduhan tersebut. (Kaki Abu)
0 Komentar