“Menghentikan dan mengeluarkan pasal-pasal yang tidak bermanfaat agar tidak dibahas dalam revisi UU dan dikeluarkan menjadi UU,” seru Herik dalam orasinya. Dalam kesempatan ini, seorang orator dari atas mobil komando juga menyuarakan hal yang sama.
Secara garis besar, tuntutan ini tidak hanya untuk kepentingan pers semata, melainkan juga untuk kebutuhan masyarakat luas karena berdampak pada proses demokrasi. “Hari ini kita berkumpul di gedung yang sangat paripurna, Gedung DPR/MPR, untuk menyuarakan hati nurani bukan hanya jurnalis, tapi seluruh penduduk Indonesia,” ujar seorang orator.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan sejumlah organisasi wartawan lainnya serta aktivis pers menggelar demonstrasi menolak revisi Undang-Undang Penyiaran di depan Gedung DPR. “Kami menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media yang tidak berpihak dan mengurangi keberagaman suara dalam penyampaian informasi kepada publik,” kata perwakilan AJI Jakarta, Muhamad Iqbal, dalam keterangannya.
Iqbal juga menambahkan, “Kami menolak pasal yang mengatur sanksi berat bagi pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional ini dapat menimbulkan efek jera bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.”
Dalam aksi tersebut, para kelompok pers menuntut tiga hal utama:
1. Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.
2. Revisi Undang-Undang Penyiaran dengan melibatkan organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi.
3. Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan.
Demonstrasi ini mencerminkan kekhawatiran komunitas jurnalis terhadap perubahan regulasi yang dianggap dapat membatasi kebebasan pers dan mengancam demokrasi di Indonesia. Para jurnalis dan aktivis berharap bahwa DPR akan mendengar suara mereka dan memastikan bahwa revisi UU Penyiaran tidak mengorbankan prinsip-prinsip kebebasan pers.(Malik)
0 Komentar