Wamena, Olemah.Com - Penolakan terhadap rencana pembangunan Korem baru di atas tanah hak ulayat di Muliama, Distrik Muliama, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, semakin memanas dengan adanya penolakan dari masyarakat setempat dan juga mahasiswa/i asal Kabupaten Jayawijaya, yang sedang menempuh pendidikan di Kota Manokwari.
Melalui surat yang ditujukan kepada Pangdam XVII Cenderawasih, Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman, yang juga menjabat sebagai Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, menegaskan bahwa tanah di Muliama bukanlah tanah kosong, melainkan milik beberapa suku, termasuk klen Yoman yang disebut juga Elopere atau Wetipo secara turun-temurun.
Surat tersebut mengangkat beberapa pertanyaan krusial terkait rencana pembangunan Korem baru di wilayah tersebut, menyoroti urgensi, manfaat, dan keuntungan bagi masyarakat setempat atas kehadiran Korem baru tersebut. Dr. A.G. Socratez Yoman juga mengekspresikan keprihatinan atas praktik merampok tanah yang pernah terjadi di tempat lain, seperti di Tanah Tabi dan Port Numbay.
Penolakan ini juga didukung oleh fakta bahwa tanah di Muliama telah memiliki sertifikat atas nama para pemilik tanah, menambah kekuatan argumen atas penolakan tersebut. Dengan demikian, penolakan ini mencerminkan kepedulian masyarakat atas keberlangsungan hidup dan hak-hak atas tanah mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Penolakan dari Mahasiswa/i Asal Kabupaten Jayawijaya
Tak hanya dari masyarakat setempat, namun mahasiswa/i asal Kabupaten Jayawijaya yang menempuh pendidikan di Kota Manokwari juga menyampaikan penolakan mereka terhadap pembangunan Korem di Distrik Muliama.
Koordinator aksi, Umai Lengka, menegaskan bahwa tanah di Muliama bukanlah milik satu atau sekelompok orang, melainkan bersifat komunal dan dimiliki oleh beberapa suku serta masyarakat distrik Muliama. Menurutnya, pembangunan Korem di Muliama tidak akan memberikan jaminan hidup bagi masyarakat adat di Papua Pegunungan Jayawijaya, Distrik Muliama.
Penolakan ini menekankan bahwa tanah di Muliama milik masyarakat adat, bukan tanah kosong yang dapat digunakan secara sepihak. Dengan tegas, mereka menyarankan agar Dandim 1702 Jayawijaya mencari tempat lain untuk pembangunan Korem tersebut. (Malik)
0 Komentar