"Dulu, waktu masih ada Simda dari Kemenkeu, kami sangat leluasa untuk penginputan yang dilakukan secara kolektif. Namun, ketika ada aplikasi baru SIPD, jujur sampai saat ini kami masih terbata-bata menggunakan aplikasi ini," ujar Mahmud dalam pernyataannya, Selasa (13/2/2024).
Mahmud menyebutkan bahwa persoalan antara Simda dan SIPD hanya merupakan bentuk ego kementerian yang memaksakan daerah untuk mengimplementasikan aplikasi tersebut. Sebaliknya, aplikasi tersebut justru mempersulit sistem pelaporan keuangan daerah.
Masalah semakin kompleks dengan kondisi sinyal internet di Indonesia timur yang bergantung pada cuaca. Hal ini, menurut Mahmud, harus menjadi pertimbangan bagi kementerian.
"Ditambah lagi dengan admin induk yang sering mengalami masalah, dan sulitnya mendapatkan respons cepat dari pusdakin pusat data dan informasi kementerian yang mengelola SIPD. Beberapa daerah bahkan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan proses validasi untuk mencetak DPA dan RAK karena adanya eror," tambah Mahmud.
Kritik juga ditujukan kepada ASN yang dinilai kurang tanggap dalam menjalankan tugas mereka terkait dengan implementasi SIPD. Mahmud menegaskan bahwa aplikasi SIPD seharusnya menjadi alat bantu bagi pemerintah daerah, bukan menjadi ladang bisnis bagi pihak tertentu.
Kepala BKAD Halmahera Utara berharap agar pemerintah pusat merespons dengan serius masalah yang ada dalam penanganan SIPD, dan memastikan bahwa implementasi aplikasi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi seluruh daerah di Indonesia. (Malik)
0 Komentar