Keduanya telah aktif menyuarakan isu-isu lingkungan, terutama berkaitan dengan kerusakan hutan dan perut bumi Papua yang terus berlangsung. Mereka memandang hutan Papua sebagai benteng terakhir yang menjaga keseimbangan iklim global dan berperan sebagai paru-paru dunia. Dalam pernyataan mereka, Haris dan Fatia menyoroti dampak destruktif yang telah terjadi di Tanah Papua dan menyerukan perlindungan terhadap sumber daya alam yang penting ini.
Meskipun upaya mereka diakui oleh banyak pihak yang peduli akan keberlanjutan lingkungan, keduanya kini menghadapi konsekuensi hukum atas tindakan mereka. Mereka dituduh melanggar hukum karena berbicara terus terang tentang realitas yang masih terjadi di Tanah Papua. Sebagai bagian dari upaya mereka untuk membela hak-hak masyarakat adat dan melindungi lingkungan, Haris dan Fatia kini menantikan putusan pengadilan yang akan menentukan nasib mereka.
Panggilan untuk doa dan dukungan telah bergema dari berbagai kalangan, mengajak masyarakat untuk mendukung keduanya dalam perjuangan mereka untuk kebenaran dan keadilan. Para pendukung diharapkan untuk mengekspresikan solidaritas mereka dengan berbagai cara, termasuk memberikan dukungan moral, mengikuti perkembangan persidangan, dan memanfaatkan media sosial untuk memperluas informasi mengenai isu-isu yang diadvokasi oleh Haris dan Fatia.
Meskipun dihadapkan pada tantangan hukum, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tetap teguh dalam komitmen mereka untuk membela hak-hak masyarakat adat dan menyuarakan perlunya pelestarian lingkungan di Tanah Papua. Kasus ini menjadi sorotan untuk mengukur sejauh mana kebebasan berbicara dan hak untuk melindungi lingkungan dapat diakui dan dihormati dalam konteks perjuangan mereka. Semoga putusan pengadilan nantinya memberikan keadilan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberlanjutan.
0 Komentar