Artikel diedit dan dipublikasikan oleh Redaksi lelemuku pada tanggal 09 April 2023
MANILA, LELEMUKU.COM - Sebagian besar pria di Filipina, negara mayoritas beragama Katolik, menghabiskan hari di Misa atau bersama keluarga mereka pada Jumat Agung, 7 Maret 2023. Beberapa pihak menggelar ritual penyaliban yang tidak disukai oleh Gereja.
Di sejumlah desa di utara Manila, sekitar 15.000 penduduk dan turis menyaksikan peragaan ulang saat-saat terakhir Yesus Kristus yang berlumuran darah. Ratusan pria yang mengenakan mahkota yang terbuat dari tanaman rambat dan kain menutupi wajah mereka berjalan tanpa alas kaki melalui jalan-jalan sempit. Orang-orang itu melukai diri mereka sendiri tanpa henti dengan cambuk bambu.
Darah mengalir di punggung mereka, membasahi bagian atas celana mereka dan memercikkan penonton yang berkerumun di depan toko dan rumah.
Sejumlah orang yang mencambuk, berhenti untuk bersujud di tanah agar bisa dipukuli dengan sandal jepit dan potongan kayu. Ketika darah berhenti mengalir dari luka mereka, kulit mereka ditusuk dengan silet atau palu kayu yang ditancapkan pecahan kaca agar berdarah.
"Saya melakukannya untuk keluarga saya agar mereka sehat," kata Daren Pascual, 31, setelah melakukan pemanasan untuk acara utama di desa San Juan. "Kamu berdoa saja, lalu kamu tidak bisa merasakan sakitnya."
Pada tahap akhir pertunjukan, tiga pria dikawal oleh perwira Romawi berkostum ke sebuah gundukan tanah di mana dua dari mereka diikat pada salib kayu.
Wilfredo Salvador, seorang mantan nelayan berperawakan kurus kering yang berperan sebagai Yesus Kristus, dipaku di telapak tangan dan kakinya saat drone terbang di atas kepala dan turis mengambil foto dan video dengan smartphone mereka.
Setelah beberapa menit, paku dicabut dan Salvador diturunkan ke tanah. Dia dibawa dengan tandu ke tenda medis untuk pemeriksaan - sebelum pulang dengan taksi roda tiga.
"Dia (Tuhan) memberi saya kekuatan fisik tidak seperti orang lain yang tidak tahan," kata Salvador, 66 tahun. Dia mengambil bagian dalam penyaliban 15 tahun lalu setelah menderita gangguan mental.
"Saya melakukan ini karena pilihan. Saya berterima kasih padanya (Tuhan) karena memberi saya kehidupan kedua."
Sudah Jadi Tradisi
Pertunjukan tersebut telah dilakukan di desa-desa di sekitar kota San Fernando selama beberapa dekade. Tetapi, penyaliban dibatalkan selama tiga tahun terakhir karena Covid-19.
Ruben Enaje, yang telah disalibkan lebih dari 30 kali di masa lalu, mengatakan dia akan kembali lagi tahun depan jika tubuhnya tetap sehat. "Saya merasa baik, kekhawatiran saya hilang dan begitu pula ketakutan saya," kata pria berusia 62 tahun, yang tangan dan kakinya dibalut setelah memainkan peran Yesus Kristus di desa San Pedro.
Turis asing termasuk di antara penonton yang berdiri di tengah debu dan panas tropis. "Bagi saya, ini adalah pengalaman dan kesempatan yang luar biasa untuk melihat hal budaya yang unik di dunia," kata Milan Dostal, 43 tahun, dari Republik Ceko. "Saya menghormatinya, saya sangat berpikiran terbuka."
Departemen kesehatan memperingatkan peserta bahwa mereka berisiko terkena tetanus. Ia juga mengingatkan infeksi lain jika berani dipaku dan dicambuk.
Sementara Pastor Jerome Secillano, sekretaris eksekutif Komite Urusan Publik Konferensi Waligereja Filipina, memandang penyaliban Yesus sudah cukup dan tidak perlu ada ritual serupa lain. "Jika Anda ingin dosa-dosa Anda diampuni, pergilah ke pengakuan dosa."(Tempo)
0 Komentar