Artikel diedit dan dipublikasikan oleh Redaksi Olemah pada tanggal 28 April 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui relaksasi ekspor konsentrat tembaga bagi PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, meski Undang-Undang Mineral dan Batubara alias UU Minerba melarangnya per Juni 2023.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut tak ada regulasi yang dilanggar dalam relaksasi ini. "Kan ada masalah force majeure itu," kata Arifin di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 28 April 2023.
Force majeure yang dimaksud yaitu terkendalanya pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, akibat pandemi Covid-19. Arifin mencontohkan kontraktor smelter berasal dari Jepang, yang terkendala karena ada lockdown di negara asal.
728-90-copy-1-Majalah
"Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering enggak progres, pembelian materi procurement-nya juga enggak berprogres," kata Arifin.
Sebenarnya, Freeport boleh mengekspor konsentrat bila telah membangun smelter. Tapi karena kendala Covid-19 tadi, sampai hari ini progres pembangunan baru 60 persen dari yang seharusnya rampung 2023.
Meski demikian, Arifin menyebut Freeport sebenarnya sudah mengeluarkan biaya hingga US$ 1,5 miliar, dari target US$ 2,4 miliar untuk smelter ini. Pemerintah, kata Arifin, menghargai upaya Freeport ini yang menunjukkan adanya upaya membangun smelter. "Kan kalau enggak jadi membangun aset itu, terbengkalai," kata Arifin.
Progres pembangunan smelter ini yang jadi pertimbangan Jokowi. Meski ada relaksasi, pemerintah tetap menagih komitmen dari Freeport agar penyelesaian smelter tidak lewat pertengahan 2024.
Berikutnya, pertimbangan lain dari relaksasi ini adalah kepemilikan Indonesia lewat MIND ID di Freeport Indonesia yang mencapai 51 persen. Walhasil, larangan ekspor justru akan lebih banyak berdampak ke Indonesia sendiri. Kondisi ini sudah diungkap Arifin sejak pertengahan April lalu.
Kala itu, Arifin mengatakan larangan ekspor tembaga bagi Freeport Indonesia akan membawa potensi kerugian.“Oh pasti (ada potensi kerugian). Kalau misalnya dilarang, loss-nya banyak karena kita (saham pemerintah di PTFI) 51 persen. Dan kemudian ada lagi pendapatan-pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah,” ujar Arifin, di Jakarta, Senin.
Arifin mengatakan berdasarkan perkiraan, kerugian per tahun atas penghentian ekspor tembaga Freeport Indonesia bisa mencapai US$ 8 miliar dolar.
Menurut dia, sejatinya izin ekspor tembaga ke depannya tergantung dari pada perkembangan pembangunan smelter yang sejauh ini sudah mencapai 60 persen berdasarkan laporan per kuartal pertama 2023.
“Jadi progres cukup bagus. Cuma kalau larangan ekspor diberlakukan kan sahamnya pemerintah mayoritas 51 persen, belum pendapatan-pendapatan (pajak). Ini yang harus kita cermati,” ujar dia.
Saat itulah, Arifin sudah mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera membahas opsi-opsi relaksasi terkait larangan ekspor tembaga ini.(Tempo)
0 Komentar